Minggu, 01 Desember 2019

MILAD GAM KE- 43 JADIKAN MOMEN MENJAGA DAN MERAWAT PERDAMAIAN ACEH


Aceh Utara – Mantan Eks Kombatan Wilayah Pase yang akrab di panggil Sulaiman alias Abi Pasee angkat bicara mengenai permasalahan Milad GAM yang ke 43, iya lebih menginginkan Milad GAM dijadikan ajang untuk menjaga dan merawat perdamaian di Aceh. Senin (02/12/2019)

Bagi yang paham arti dari sebuah perdamaian tentu tidak akan alergi dan benci dengan bendara Bulan Bintang. Sama halnya dengan pihak GAM yang dulu sangat alergi dengan Merah Putih. Tapi hari ini situasi sudah berbeda, Aceh sudah aman dan damai. Kita semua harus ikhlas menerima perdamaian ini. Sebab, untuk mencapai sebuah perdamaian yang abadi harus ada ketulusan hati dari kedua pihak, yakinlah, Aceh tidak akan meminta Merdeka pisah dari NKRI. Aceh hanya meminta selesaikan seluruh poin MoU sebagaimana yang telah disepakati oleh pihak RI Dan GAM. “Ujarnya terhadap Awak Media.”
           
Sulaiman alias Abi Pase menceritakan bahwa Hasan Tiro pernah menyerukan agar masyarakat Aceh untuk memelihara dan menjaga perdamaian yang telah ditandatangani dalam kesepakatan (MoU) damai di Helsinki, 15 Agustus 2005. “Masyarakat Aceh,  saya serukan untuk memelihara dan menjaga perdamaian yang menyeluruh dan jangan berusaha menghancurkan yang sudah tercipta," katanya di hadapan warga Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, waktu itu.

“Menurutnya, kesepakatan yang ditandatangani oleh Pemerintah RI dan pihak GAM merupakan pintu kesejahteraan bagi Aceh, tinggal bagaimana Aceh memanfaatkan kekhususan yang telah di sepakati dengan sebaik mungkin agar Aceh cepat maju sejahtera dan bermanfaat.”


“Ia juga mengajak, dalam moment Milad GAM ke 43 jangan kibarkan bendera Bulan Bintang yang dapat menciderai perdamain. Namun, jadikan  sejauhmana masyarakat Aceh untuk tetap menjaga persatuan. Jangan sampai terpancing pihak-pihak yang ingin berupaya menghancurkan perdamaian yang telah terjaga selama ini.


Editor    : Ay
Sumber  : News Acehtrend

PERINGATAN MILAD GAM BUKAN SOLUSI UNTUK PERDAMAIAN ACEH


Aceh Utara – Dalam menyambut dan merayakan Milad GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang ke 43 Tahun ini ada kritikan dari beberapa kalangan masyarakat Aceh Utara. Kritikan itu bukanlah mendukung namun sebaliknya, bahkan bila perlu tidak ada peringatan Milad GAM di Wilayah Aceh Utara yang dikenal dengan Wilayah Pase sebutan bagi Eks/mantan GAM. Senin (02/12/2019).

Peringatan Milad GAM menjadi momen khusus dan kebangkitan bagi Eks Gam di seluruh Aceh, namun momen tersebut sebenarnya dapat diisi dengan kegiatan yang memberikan manfaat ketimbang acara yang dapat membuka kenangan pahit masa lalu, keinginan masyarakat lebih menginginkan Aceh tetap damai serta tidak terulang kembali masa kelam sehingga membuat mereka menjadi resah dan trauma. “Penyampaian M Yunus yang akrab dipanggil Yunus Pasee terhadap awak media”

M Yunus mengungkapkan masih banyak masalah  di Aceh yang perlu dituntaskan seperti kesejahteraan, pendidikan dan lapangan pekerjaan. Akan tetapi hampir setiap tahun yang menjadi komponen dalam acara Milad GAM hanya membahas masalah apa yang belum terwujud di Aceh, padahal para petinggi/elit Eks GAM lah yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Aceh, mereka seolah-olah selalu menyalahkan pemerintah yang selama ini sudah cukup banyak memberikan perhatian kepada Aceh.

“Sebenarnya boleh-boleh saja memperingati Milad ,namun tema dan acara yang dibuat bukan untuk mengenang dan membuka kenangan pahit masa lalu,  bisa dialihkan dengan Acara syukuran atas terjaganya perdamaian di Aceh dan sebagainya yang bersifat positif dan tidak membawa nama GAM“

“Justru dalam salah satu poin butir-butir MoU Helsinky tertulis Gam melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan militernya. Anggota   GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukan emblem atau simbol militer setelah menandatangani nota kesepahaman perjanjian MoU Helsinky. Namun, hampir setiap tahunnya yang selalu menjadi perbincangan dan berita hangat dalam acara tersebut adalah masih ada yang mengibarkan maupun membentangkan Bendera Bulan Bintang serta atribut militer mereka, padahal dulunya sudah disepakati secara bersama”.

“Selama ini peringatan Milad GAM bukan solusi untuk perdamaian di Aceh, melainkan menjadi sumber permasalahan yang ada, karena kegiatan tersebut adalah mengenang dan membangkitkan luka lama yang membuat sebagian masyarakat Aceh menjadi takut dan resah” Ujarnya.

“Ia berharap”, pejabat Pemerintah pusat maupun Daerah berani memberikan himbauan larangan yang tidak sesuai dengan butir-butir perjanjian MoU Helsinky dalam acara memperingati Milad Gam, sehingga acara tersebut tidak disalah gunakan oleh kelompok-kelompok tertentu.


Masyarakat juga berharap aparat keamanan  harus tegas dalam menjalankan tugasnya demi menjaga perdamaian dan terciptanya stabilitas keamanan di Aceh.


Editor     : Ay

Sumber : News Acehtrend

Sabtu, 17 Agustus 2019

DESA PEDALAMAN ACEH UTARA SAMBUT HUT RI KE-74 DENGAN DIWARNAI SPANDUK DAN UMBUL-UMBUL

Aceh Utara – Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang Ke-74, dapat terlihat dari beberapa Desa yang dulunya merupakan wilayah Konflik/Basis Gam di Kabupaten Aceh Utara terpasang Spanduk dan Umbul-umbul, sehingga terlihat  semarak dan meriah.  Sabtu (17/8/2019)

Foto Sapnduk  di Pagar Gardu Jln. Line Pipa, Kecamatan Meuriah Mulia
Pantauan Awak Media, terdapat beberapa spanduk yang terpasang di pedesaan jauh dengan pusat keramaian dan Pemerintahan Aceh Utara yang menarik perhatian masyarakat, adapun lokasi Spanduk yang menjadi perhatian Awak Media di 4 titik lokasi yaitu diantaranya :

- Pagar Komplek Pupuk Iskandar Muda (PIM), Ds. Tambon Baroh, Jln. Lintas Medan Banda Aceh, Kec. Dewantara.

- Gardu, Jln. Line Pipa, Gp. Kedei Simpang Empat, Kec. Simpang Keramat.

- Gardu Jln.Line Pipa, Gp. Beuringin, Kec. Meuriah Mulia.

- Simpang Tiga Exxon, Jln. Exxon, Gp.Ampeh,Kec.Tanah Luas, Kab. Aceh Utara.

- dan di Kota Panton Labu, Kec. Tanah Jambo Aye, Kab. Aceh Utara.

Foto Spanduk yang dipasang oleh salah satu Tokoh Masyarakat Panton Labu

Salah satu sepanduk yang tampak bertuliskan “Dengan Kearifan Budaya Aceh Yang Beradab Dan Bermatabat Kita Bangkitkan Semangat Nasionalisme Untuk Memelihara Perdamaian Di Aceh.

“Pemasangan Spanduk tersebut merupakan antusias masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk memeriahkan HUT RI yang ke 74, sehingga masyarakat memiliki rasa semangat juang untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengangkat budaya dan adat istiadat Aceh yang tidak mungkin terpisah dari Indonesia”. Ujar salah satu Tokoh Masyarakat setempat yang melihat tulisan Spanduk tersebut terhadap awak media.

“Semoga dengan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 74 tahun 2019 ini, Aceh semakin maju, serta kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, baik di segi ekonomi maupun Pembangunan Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Aceh Utara”. Kata penutupnya terhadap Awak Media News Acehtrend.


Editor              : AY

Sumber           : News Acehtrend

Selasa, 06 Agustus 2019

ALAM PEUDEUNG ADALAH SOLUSI UNTUK PENYELESAIAN QANUN LAMBANG/SIMBOL ACEH


Aceh Utara – Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang lambang/simbol Aceh yang di Sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) saat ini menjadi polemik dikalangan akademisi, elit politik dan masyarakat Aceh, hal tersebut dikarenakan keputusan yang diambil hanyalah keputusan sepihak yang belum tentu semua masyarakat Aceh menerimanya. “Pernyataan Teuku Muzaffarsyah salah satu Tokoh Masyarakat yang juga merupakan akademisi Unimal terhadap awak Media News Acehtrend”. Rabu (06/07/2019).
Foto Teuku Muzaffarsyah

“Ia mengatakan bahwa sudah mengetahui tentang edaran putusan Kemendagri tahun 2016 yang isinya adalah pembatalan beberapa ketentuan dari Qanun Aceh no 03 tahun 2013 tentang lambang/simbol Aceh”. 

Namun yang disesali, kenapa saat ini para elit politik Aceh baru menyadarinya, padahal waktu yang terlewati sudah 3 tahun lalu, bagi saya itu merupakan tindakan konyol para elit Politik yang ada di DPRA, karena selama ini mereka hanya memikirkan urusan sepihak dan kepentingan kelompok atau pribadi saja.”Kritiknya”


Menurutnya, untuk menyelesaikan permasalahan Qanun nomor 03 Tahun 2013 tentang simbol/lambang Aceh, para elit politik dan Pemerintah Daerah harus mengambil langkah dengan mengupas serta menggali tentang sejarah Aceh kembali. Jika di gali dan dilihat dari sejarah Kerajaan Samudera Pase sampai dengan kerajaan Aceh Darusaalam, banyak lambang/simbol kejayaan yang bisa di ambil, salah satunya adalah Bendera Alam Peudeung, itu adalah merupakan Bendera Kejayaan Aceh yang bisa juga diusulkan  untuk menyelesaikan polemik masalah Qanun tersebut.

“Berharap Pemerintah Pusat, Daerah dan DPRA harus lebih Tegas dalam mengambil keputusan masalah Qanun lambang/simbol Aceh”:

Alangkah baiknya dalam penyelesaian tersebut mengambil langkah dengan melakukan Survei dan mengajak seluruh elemen baik dari unsur kepemerintahan, Ormas, Akademisi dan lain-lain yang bersikap independen untuk sama-sama terjun kelapangan, sehingga mengetahui apa yang sebenarnya masyarakat Inginkan.”kata akhir dalam penyampaian terhadap Awak Media”.


Editor              : AY

Sumber           : News Acehtrend


Senin, 29 Juli 2019

MASYARAKAT ACEH PILIH ALAM PEUDENG



Aceh Utara – Sampai saat ini, pelomik masalah Qanun UUPA nomor 3 tahun 2013 masih belum selesai, upaya Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam menyelesaikan Qanun tersebut masih dianggap tidak becus oleh kalangan masyarakat Aceh, karena Qanun tersebut masih belum mendaptakna realisasi oleh Pemerintah Pusat meskipun sudah di Sahkan oleh DPRA.

Foto ilustrasi Tgk NI dan Alam Peudeng yang beredar di Sosmed
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh “Sdr. Faisal salah satu tokoh Eks Gam diwilayah Pase pada saat diwawancarai oleh awak Media Aceh Mandum”. Senin (22/07/2019).

Menurutnya, langkah DPRA dalam menyelesaikan UUPA masih dianggap tidak becus. Dikaitkan dengan pengusulan masalah Lambang/Simbol Aceh, DPRA maupun DPRK harus introfeksi diri, karena tidak semua masyarakat Aceh menyetujui apa yang mereka usulkan.

Ianya juga menyampaikan, selama ini anggota DPRK dan DPRA hanya memikirkan Bendera Bulan Bintang saja yang cocok untuk dijadikan Lambang/Simbol Aceh, namun mereka tidak berfikir bahwa masih ada Bendera lain yang lebih layak dan memiliki nilai sejarah Aceh yang mendalam, serta diakui oleh kalangan masyarakat Aceh secara keseluruhan.

Salah satunya adalah Alam Peudeng, jika dikatiakan dengan Sejarah, Bendera Alam Peudeng sangat Cocok dijadikan Silbol/Lambang Aceh, karena Bendera tersebut sudah ada dimasa kejayaan Aceh pada saat dipimpin oleh sultan Iskandar Muda sebelum adanya Bendera Bulan Bintang di masa Tgk. Muhammad Hasan Ditiro (Almarhum). Selain itu Pemerintah Pusat juga tidak akan menyetujui Bendera Bulan Bintang, karena masih menyerupai Bendera Saparatis.

“Alangkah baiknya anggota DPRA khususnya dari Fraksi PA dapat bekerja sama dengan para Tokoh Masyarakat dan Ormas lainnya melakukan survei dilapangan untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat, sehingga DPRA dalam menentukan keputusan tidak sepihak saja, melainkan mendapatkan persetujuan dari semua pihak”. Kritiknya terhadap DPRA.
                                   
“Jika disuruh memilih Lambang/Simbol yang cocok untuk Aceh, saya lebih memilih Alam Peudeng, karena Bendera tersebut memiliki nilai histori sejarah yang mendalam sehingga dapat mempersatukan masyarakat Aceh secara keseluruhan apalagi telah diakui oleh Negara luar, seperti Belanda, Malaysia dan Arab”. Ujarnya terhadap awak media. 



Editor              : AY
Sumber           : Aceh Mandum

Senin, 08 Juli 2019

MASYARAKAT ACEH UTARA DUKUNG ALAM PEUDEUNG DIJADIKAN LAMBANG PROVINSI ACEH

Foto Masyarakat Mengenakan Topi Alam Peudeng
Aceh Utara – Banyaknya  pemandangan masyarakat yang mengenakan Topi dan Baju bergambar Bulan Bintang disertai Pedang yang terletak dibawahnya di setiap kedai / warung Kopi wilayah Aceh Utara menjadi perbincangan bagi kalangan tokoh pemuda dan masyarakat. Ternyata Gambar tersebut merupakan gambar Bendera Alam Peudeung peninggalan kerajaan Sultan Iskandar Muda “Ujar  Zul, salah satu masyarakat yang memakai Baju bergambar Alam Peudeung di warung Ajo Kopi Lhoksukon saat diwawancarai oleh Awak Media Aceh Mandum”, Selasa (08/07/2019).

Ia juga menjelaskan bahwa Alam Peudeung merupakan Bendera yang memiliki nilai histori / sejarah yang mendalam dimana bendera tersebut digunakan sebagai simbol/lambang saat Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda pada masa jayanya saat melawan Portugis dan Belanda tahun 1511-1530 M.

Zul menolak Bendera Bulan Bintang dijadikan Simbol/Lambang Bendera Provinsi Aceh.

Foto Zul saat diwawancarai 
“Bendera Bulan Bintang tidak bisa dijadikan Simbol/lambang Provinsi Aceh, karena bendera tersebut masih menyerupai bendera Separatis GAM. Pemerintah Pusat juga sampai saat ini tidak menyetujui jika Bendera tersebut disyahkan. Selain itu, hanya beberapa pihak saja yang menyetujuinya bukan seluruh elemen masyarakat Aceh” menurutnya.

Zul,  berharap Alam Peudeung dapat segera diputuskan dan dijadikan Lambang/Simbol Bendera Provinsi Aceh.

“Dikaitkan dengan UUPA Qanun No.3 tahun 2019 tentang Lambang dan Simbol Aceh, Pemerintah Provinsi Aceh sebaiknya mengusulkan Alam Peudeung untuk dijadikan Lambang Provinsi Aceh, karena bendera tersebut dapat mempersatukan masyarakat Aceh secara keseluruhan” Ujar Zul.

“Namun alangkah baiknya masalah Bendera  sebaiknya Pemerintah dan Anggota Legislatif baik DPRK maupun DPRA lebih memikirkan nasib rakyatnya terlebih dahulu, karena yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah kesejahteraan” Tambah Zul saat menutup pembicaraan terhadap awak media.


Editor      : AY
Sumber    : Aceh Mandum

Jumat, 31 Mei 2019

MASYARAKAT ACEH UTARA TOLAK REFERENDUM

Aceh Utara - Masyarakat Aceh di kejutkan dengan adanya pernyataan atau statement Ketua Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA) Muzakir Manaf atau   biasa akrab di panggil Mualem yang menyatakan bahwa saat ini situasi di negara kita Indonesia sedang tidak jelas masalah keadilan dan demokrasinya, dan Indonesia saat ini sedang di ambang kehancuran dari sisi apa saja, lebih baik referendum saja uangkapnya pada saat pelaksanaan peringatan ke - 9 tahun wafatnya Wali Nanggroe Aceh Muhammad Hasan Ditiro pada Senin malam (27/05/2019) di Gedung Amel Banda Aceh.

Foto Muzakir Manaf alias Mualem Ketua DPA PA
Namun pernyataan Mualem tersebut menjadi polemik baru dan ditolak oleh beberapa kalangan Tokoh masyarakat Aceh Utara yang menganggap pernyataan Muzakir Manaf seperti tidak memiliki kapasitas.

Dari penulusuran Media Aceh Mandum dapat mewawancarai salah satu mantan GAM sekaligus Tokoh masyarakat di salah satu Gampong/Desa Kecamatan Lhoksukon yang tidak mau disebut namanya karena beralasan menghindari intimidasi oleh kelompok/pendukung yang masih setia di wilayah Pase. Tokoh itu menyatakan bahwa tidak semua mantan GAM di Aceh menyetujui pernyataan yang disampaikan oleh Muzakir Manaf alias Mualem.

Menurutnya, pernyataan Mualem justru menambah kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat Aceh terhadap para mantan petinggi GAM, seharusnya Mualem dapat introfeksi diri, berfikir sebagai apa dirinya sekarang, apakah ulama, tokoh masyarakat atau pejabat pemerintahan Aceh, seharusnya Mualem yang merupakan mantan petinggi GAM memikirkan persoalan Aceh yang masih banyak belum terselesaikan, "ini malah seolah-olah menginginkan kekacauan lagi di Aceh", ujarnya, Jumat (30/5/2019).

"Mualem tidak pantas mengeluarkan pernyataan atau statement seperti itu, yang berhak berbicara masalah referendum adalah seluruh elemen lapisan Tokoh masyarakat, ulama dan mantan petinggi GAM seluruh Aceh yang dituakan, bukan sepihak yang hanya untuk kepentingan politik saja ".

Ia berharap kepada seluruh mantan GAM dan masyarakat Aceh, agar tidak menerima begitu saja perkataan Mualem, jangan sampai terpengaruh dengan pernyataan yang tidak masuk akal hanya untuk kepentingan politik saja. Masyarakat dan mantan GAM harus berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, jangan sampai pernyataan yang di keluarkan dapat menimbulkan kegaduhan sesama masyarakat Aceh sehingga perdamaian yang terlah terjaga dapat terganggu.

"Alangkah lebih baik jika mantan petinggi GAM lebih memikirkan nasib masyarakat Aceh terlebih dahulu serta fokus untuk kemajuan Aceh demi masa depan yang lebih baik," sebutnya terhadap awak media Aceh Mandum.


Editor    : AY
Sumber  : Aceh Mandum

MILAD GAM KE- 43 JADIKAN MOMEN MENJAGA DAN MERAWAT PERDAMAIAN ACEH

Aceh Utara – Mantan Eks Kombatan Wilayah Pase yang akrab di panggil Sulaiman alias Abi Pasee angkat bicara mengenai permasalahan Milad ...